Rabu, 29 April 2015

Being a Teacher; Amazing!

Hari ini adalah kali kedua kami pergi ke sebuah elementary school untuk praktek mengajar. Sebagai seorang sarjana sains yang pindah jalur ke jurusan teaching English, udah pasti ini hal yang amat sangat bikin nervous setengah mati. Pengalaman ngajar yang bisa dibilang hampir ga ada (aku ga yakin apa jadi asisten pendamping praktikum mahasiswa juga bisa dibilang ngajar). Yaaa aku pernah sih jadi pembimbing olimpiade buat anak esempe, dan just it. Aku sama sekali ga punya banyak pengalaman dalam soal mengajar. Dan sekarang aku harus mengajar bahasa Inggris di esde, dengan tipikal anak-anak esde yang ... bener-bener fully charge  *(you know what I mean) dengan bahasa pengantar adalah bahasa Chinese *WHAT?!

Tapi untungnya kami bertugas dalam tim *Thanks God! jadi aku rasa masalah bahasa pengantar bisa teratasi. Begitu aku masuk kelas, itu anak-anak langsung terpana (mungkin dikira mereka ini makhluk dari planet mana? haha). Setelah perkenalan singkat dan dengan bekal bahasa Chinese yang pas-pasan (kalo ga bisa dibilang jelek banget) jadilah aku (dibantu teman-teman) ngajarin mereka. Tapi karena kelas ini adalah kelas yang proficiency level nya paling tinggi dari semua kelas, mereka kelihatannya bisa ngerti apa yang aku maksud, walau masih susah ngerespon. Setidaknya mereka ngerti, itu udah bagus.

Tapi ada kejadian yang bikin terharu hari ini. Pertama kali kami datang minggu lalu, aku bukan bertugas di kelas sekarang melainkan di kelas lain. Jadi, waktu aku beres-beres peralatan sebelum pulang, ada seorang anak cowok yang nungguin di luar kelas, Nama nya Bryon dan dia adalah murid di kelas yang pertama kali aku ajar minggu lalu. Waktu aku keluar dia nanya pake bahasa Chinese yang kemudian di-translate oleh temenku kira-kira gini, "Wini laoshi, why don't you come to my class today?" Oh my dear! Aku bengong ditanyain begituan. Dan kemudian temenku balik nanya ke anak itu yang kira-kira artinya, "Why? Do you miss Wini laoshi?" And guess what, dia jawab, "Yes!" 

Ya ampuuun,, aku terharu. Aku ga nyangka setelah kemarin ternyata dia masih ingat nama ku dan bahkan berharap aku ngajar lagi di kelasnya. Dan waktu di jalan pulang, temenku yang minggu kemarin ngajar di kelas sama bilang, "They keep asking where are you, Wini. They want their Wini laoshi".

Really?? Kali ini aku bener-bener terharu. Iya sih agak lebay, tapi aku tetep terharu. Ternyata begini rasanya jadi guru yaa, ada kebahagian tersendiri saat mereka ingat nama kita, saat mereka nyariin kita waktu kita ga nongol di kelasnya, bahkan saat mereka lambai-lambai cuma mau bilang "bye bye laoshi". Membahagiakan!

Walau aku tau kemampuan mengajar ku di bawah rata-rata (setidaknya saat ini), tapi aku udah bisa rasain betapa menyenangkan jadi seorang guru. Semoga  setelah ini aku bisa jadi guru beneran. Aamiin!

Happy teacher ever! :D

Senin, 27 April 2015

Tentang Takdir

Kenapa saya yang disalahkan jika Tuhan sudah tahu apa yang kan saya lakukan?

Ini adalah pertanyaan yang mungkin sering kita jumpai, atau bahkan diri sendiri juga pernah bertanya-tanya tentang ini. Soalnya aku pernah. Aku pernah berpikir, jika Allah sudah tetapkan urusan kita, akhir hidup kita dan kelanjutannya, berarti kita tak perlu susah-susah usaha, tinggal tunggu saja kemana takdir membawa kita. Atau seorang teman yang bahkan pernah mengutarakan pikirannya yang lebih kejam lagi,

"Allah tuh kayak jadiin kita kambing hitam deh, kan nulis takdir kita Allah, nah berarti kalau kita bikin maksiat, itu juga karena Allah yang nulis, kan?"
Wew! Waktu itu aku langsung istighfar deh, dalam hati,"ini orang serem banget!". Tapi kalau dipikir-pikir, pasti kita juga pernah terlintas pernyataan semacam itu. Mempertanyakan tentang takdir.


Nah kebetulan beberapa waktu lalu, aku dapat ilmu tentang ini. Diambil dari tayangan "The Deen Show" oleh Ust. Nouman Ali Khan.



""Ada sebuah analogi sederhana untuk memahami hal ini. Guruku menjelaskan hal ini kepadaku karena dulu aku punya pertanyaan yang sama.
Bayangkan aku akan mengadakan pesta. Aku membuat dua daftar tamu, siapa saja yang akan aku undang. DAFTAR A dan DAFTAR B.
DAFTAR A adalah daftar rahasia orang-orang yang akan aku undang, tak ada yang tahu siapa yang ada dalam daftar ini, hanya aku yang tahu. DAFTAR B terbuka untuk umum. Siapa saja bisa masuk dalam DAFTAR B asalkan mereka bisa menjalankan syarat-syarat yang kuberikan.
Kau, misalnya, ingin datang ke pestaku. Kau punya dua pilihan. “Mungkin aku ada dalam DAFTAR A atau mungkin aku harus berusaha masuk ke dalam DAFTAR B. Jika kau berkata, “Yaaa, aku mungkin sudah ada dalam DAFTAR A, tak perlu repot-repot, bersusah payah masuk ke DAFTAR B dengan segala persyaratannya,” kau tahu itu membuktikan apa? Itu membuktikan bahwa kau tak terlalu ingin datang ke pestaku.
Tapi jika kau berkata “Mungkin aku ada dalam DAFTAR A atau mungkin tidak, tapi aku ingin sekali datang ke pesta ini. Apa yang harus kulakukan? Aku akan berusaha sekuat tenaga mengerjakan sebaik-baiknya syarat-syarat yang diberikan untuk masuk dalam DAFTAR B.”
Seperti itulah sebenarnya takdir bekerja. Allah memutuskan siapa yang akan masuk surga dan siapa yang akan masuk neraka, ada sebuah DAFTAR RAHASIA. Tapi, ada juga sebuah DAFTAR TERBUKA. Lakukan ini, ini dan ini, kau akan masuk DAFTAR TERBUKA. Luar biasanya, setelah kau masuk dalam DAFTAR B, setelah semua jerih payahmu, kau menyadari bahwa namamu juga ada dalam DAFTAR A.
Semua orang yang terpilih dalam DAFTAR B, namanya sudah ada dalam DAFTAR A, dan semua orang yang tidak bersusah payah untuk masuk dalam DAFTAR B, namanya juga tak ada dalam DAFTAR A.
Artinya, Allah secara misterius memandu sebagian orang, tapi orang-orang itu adalah mereka yang memang sudah bersusah payah sejak awal untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhkan larangan-Nya. Allah secara misterius memutuskan sebagian orang tak layak mendapat petunjuk, tapi tahu tidak, mereka memang orang-orang yang sejak awal tak berbuat apapun untuk mendapat petunjuk Allah.
Kedua hal tersebut, dalam filosofi disebut “KEHENDAK TUHAN” dan “USAHA MANUSIA.” Di dalam Islam, keduanya berpadu. Dan ada satu kalimat dalam Al Quran, yang menjelaskan perpaduan ini, di surat Al Fatihah, ayat “IYYAKA NASTA”IN.” (Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan) Kata “nasta’in” dalam bahasa Arab sangat penting. Ada beragam cara kita meminta pertolongan. Akan kuberikan analogi dari kalimat ini.
"Ban mobilku kempes, tapi aku duduk-duduk saja di dalam mobil, mendengarkan radio. Lalu kau lewat dan aku berkata, "Sob, bisa tolong gantikan ban mobilku? Akan kubukakan bagasinya." Lalu aku duduk-duduk saja di mobil selagi kau mengganti ban mobilku. Itu meminta bantuan, tapi itu cara yang cukup konyol dalam meminta bantuan.
Sekarang bayangkan banku kempes, aku lalu keluar dari mobil, kukeluarkan dongkrak, kucoba dongkrak sendiri, tapi aku tak cukup kuat, lalu kau lewat dan aku berkata, “Hei, Danny, sepertinya badanmu cukup besar, bisakah kau membantuku?” Aku berusaha lebih dulu, lalu aku meminta bantuanmu. Itulah yang disebut “nasta’in.” Aku sudah berusaha sekuat tenaga, setelah itu aku meminta bantuanmu.
Apa yang kita pelajari dari itu? Satu-satunya saat kita berhak meminta pertolongan Allah adalah setelah kita melakukan apa lebih dulu? Berusaha lebih dulu. Jika kita tak berusaha, kita tak berhak memohon pertolongan Allah. Itu yang selalu Allah lakukan.
Para sahabat bertempur dalam Perang Badr. Para malaikat tiba sesudahnya. Para malaikat tak ada di sana sebelum peperangan terjadi. Para sahabat tak bilang kepada para malaikat, “Bro, kami sudah bertempur sejak jam 3, dari mana saja kalian?” Tidak, tidak, tidak. Kau harus berusaha lebih dulu, lalu pertolongan datang.
Apa yang terjadi pada Ibrahim Alaihissalam? Dia dilemparkan ke dalam api lebih dulu, lalu apinya menjadi dingin. Usaha manusia lebih dulu, pertolongan Allah setelahnya. Tapi kedua hal itu adalah satu-kesatuan dan itu pada dasarnya penjelasan sederhana dari “Takdir.” Setelah kau berusaha sekuat tenaga, Alllah berkehendak memberimu petunjuk.""

Minggu, 26 April 2015

Dosa kita ...

Sebab tak ada dosa besar jika teriring istighfar kita padanya
Dan tak ada dosa kecil jika kita konsisten membersamainya

***
Setiap dosa pasti ada balasannya.
Bila pun tidak kita "rasakan" di dunia, maka sudah pasti akan kita dapati balasannya di akhirat.
Sebab catatan oleh malaikat Allah canggihnya luar biasa.
Tak akan ada yang terluput, pun terlupa.

Dosa kita pasti terbalas.
Tenang saja, tak ada yang terdzalimi dalam ketidakadilan perhitungan.
"Rezeki ku baik-baik saja, malah bertambah banyak,
 Tubuhku makin sehat bugar,
 Cita-cita dan keinginan ku terwujud semua,
 Padahal dosaku banyak dan bertambah-tambah rasanya."

Hei, apa kita mengira balasan dosa hanya sebatas itu saja?
Coba perhatikan hari-hari kita,
Bukankah Allah makin jarang kita ingat?
Bukankah mengerjakan amalan makin berat rasanya?
Bukankah shalat sering berlalu nyaris tanpa khusyu'?
Bukankah sibuknya dunia memudahkan kita melalaikan Nya?

Inilah nasehat Imam Hasan Al Bashri pada kita,
"Jika Allah langsung menghukum makhluqNya yang berdosa dengan memutus
  rezekinya, niscaya semua manusia di bumi ini sudah habis binasa.
  Sungguh dunia ini tak berharga di sisi Allah walau sehelai sayap nyamuk pun,
  maka Allah tetap memberikan rizqi bahkan pada orang-orang yang kufur
  kepadaNya. Adapun kita orang mukmin, maka balasan atas dosa,
  adalah terputusnya kemesraan dengan Allah."



Chiayi, April 2015
Setelah membaca tulisan pengingat tentang dosa.

Senin, 13 April 2015

Sederhana, tapi rumit!

Salah satu hal yang paling tidak disukai manusia; perpisahan. Kadang-kadang sisi egois dalam diri kita bertanya-tanya, kenapa harus berpisah? Hei, sadarlah! Begitu sudah memang fitrahnya hidup di bumi ini. Kau tak mungkin selama nya berada di tempat itu-itu saja, bersama orang yang itu-itu saja, mengerjakan hal yang itu-itu saja. Hidup tidak se-monoton itu. Bahkan kalaupun kau ingin se-monoton itu, pasti tak bisa. Sebab memang bukan begitu cara kerjanya. Jika bukan kau yang pergi, maka orang-orang yang akan pergi. Jika kau tidak ditinggalkan, maka sudah jelas kau yang akan  meninggalkan. Sederhana, tapi rumit!

Padahal ada banyak hal menakjubkan dari perpisahan. Ya, tak banyak orang sadar akan itu. Aku sendiri pun kadang lebih suka berfokus pada "kesedihan" perpisahan itu sendiri dibanding dengan kejutan-kejutan baru setelahnya. Tapi kalau kita melihat lebih terang, bukankah pertemuan-pertemuan baru bermula dari perpisahan? Kita tidak akan mungkin melihat tempat baru, bertemu orang baru, merasakan pengalaman baru dan mengerjakan hal baru jika kita tidak "berpisah" dengan hal-hal lama. Pelan-pelan ketertakjuban kita akan hal-hal baru tadi akan menghilangkan fokus kita pada sedihnya perpisahan. Walaupun memang setelahnya akan ada perpisahan selanjutnya, juga akan ada hal baru selanjutnya. Siklus yang sama. Sederhana, tapi rumit!

Memaknai perpisahan adalah memaknai kecukupan. Artinya kau sudah cukup belajar dari situasi atau orang atau bahkan tempat yang kau akan berpisah dengannya. Kau harus mencari sumber belajar yang baru. Hal-hal yang belum kau dapat dari hal-hal yang kau akan berpisah dengannya. Atau bisa jadi, artinya kehadiranmu sudah cukup menjadi pelajaran bagi hal-hal yang kau tinggalkan.

Perpisahan bukanlah hal yang harus kita kesali dan sesali, walau kadang memang akan ada kesal dan sesal di dalamnya. Bagaimana pun, kenangan tetaplah kenangan. Kita tidak pernah benar-benar berpisah dengan seseorang ataupun sesuatu. Kenangan akan menjadi suatu hal yang tertinggal di diri kita. Maka pada perpisahan, ucapkan SELAMAT tinggal! Dan pada hal baru yang menanti, ucapkan SELAMAT datang! Sebab hidup terlalu sayang untuk dilewatkan dalam isak perpisahan. Ia adalah tentang menjadi manfaat, yang batasnya ada pada himpunan semesta.


Grad Student Dormitory, R1116
Sehabis menerima berita perpisahan