When God blessings your finances,
Dont raise your standart of living,
Raise your standart of giving.
- Anonim -
Mungkin kita sering bertanya-tanya, mengapa kadang semakin tinggi pendapatan seseorang malah makin menurunkan peran uang dalam membentuk kebahagiannya? Kajian-kajian dalam ilmu financial phsycology menemukan jawabannya, yang kemudian dikenal dengan nama "Hedonic Treadmill".
Sederhananya, analogi Hedonic Treadmill adalah seperti : saat gajimu 5 juta per bulan, semuanya habis; saat gajimu naik menjadi 30 juta per bulan pun, eh semuanya juga habis. Kenapa bisa begitu? Karena ekspektasi dan gaya hidupmu pasti ikut naik, sejalan dengan kenaikan penghasilanmu. Dengan kata lain, nafsu untuk terus memiliki materi akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan. Itulah kenapa disebut Hedonic Treadmill; seperti sedang berjalan di atas treadmill, kebahagian tidak meningkat sebab nafsu akan materi tak pernah terpuaskan. Hedonic Treadmill membuat ekspektasi akan materi terus meningkat. Itulah kenapa kebahagian stagnan meski pendapatan makin tinggi, sebab harapan akan penguasaan materi juga terus meningkat.
Jadi apa yang harus dilakukan agar kita terhindar dari jebakan Hedonic Treadmill?
Di sinilah relevan untuk mempraktekkan gaya hidup yang minimalis namun bersahaja (qana'ah); sebuah gaya hidup yang tidak silau dengan gemerlap kemewahan materi.
Prinsip Hedonic Treadmill adalah more is better. Makin banyak materi yang dimiliki semakin bagus. Sementara gaya hidup minimalis bersahaja punya prinsip yang berkebalikan; less is more. Makin sedikit kemewahan materi yang dimiliki, makin indahlah dunia ini. Hidup akan lebih bermakna jika kita hidup secukupnya, when enough is enough.
Dalam Islam, kita kenal istilah zuhud; meletakkan materi duniawi pada tempatnya. Sedikit atau banyak materi yang dipunya tak mengganggu ketaatan kepada Allah. Artinya, tidak masalah jika pendapatan kita bertambah namun pastikan gaya hidup tetap sederhana, minimalis bersahaja, jangan sampai gaya hidup juga ikut berubah.
Sebab pada akhirnya, rezeki itu soal rasa. Betapa banyak yang hidupnya berlimpah harta tapi tak bisa menikmati harta yang dipunya. Sebab Allah cabut nikmat hartanya. Ada kisah tentang seorang pemilik saham terbesar sebuah maskapai penerbangan yang terhitung raksasa di dunia. Armada pesawat yang dijalankan perusahaannya lebih dari 100 jumlahnya. Tetapi dia menderita hyperphobia, yakni rasa takut terhadap ketinggian. Seumur hidupnya, yang bersangkutan tak pernah berani naik pesawat. Dan lagi-lagi, rezeki bukan soal apa yang dipunya, bukan apa yang dikuasai, bukan berapa banyak yang dihasilkan. Rezeki adalah soal rasa, rasa bahagia sederhana saat misalnya masih bisa menikmati secangkir kopi di pagi hari, setelah sebelumnya shalat subuh berjamaah yang dilanjut dengan tilawah dan sedekah.
Selamat menemukan kebahagian bersahaja atas rezeki yang Allah anugrahkan pada kita.