Muslim sejati adalah 'kitab terbuka' yang semua orang membacanya
Kemana saja ia pergi, ia adalah 'dakwah yang bergerak'
- Hassan Al Banna -
Seorang Paman, muallaf yang dahulu berhijrah saat akan menikahi seorang wanita muslim, memberi pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya tercekat; ketika waktu itu kami dalam senda mengatakan padanya kapan dia akan belajar shalat.
Why should we pray?
Ya, katanya itu adalah salah satu pertanyaan terbesar dalam dirinya. Dan sungguh, menjawab pertanyaan dari seseorang yang puluhan tahun menginput pusat memori nya dengan pernyataan bahwa tak ada Illah di dunia ini, adalah hal yang sangat menguras energi. Mungkin ini adalah pertanyaan yang sama dengan pertanyaan seorang murid PAUD ketika gurunya menyuruh untuk shalat, tapi kedua pertanyaan ini punya seni jawab yang berbeda.
Aku diam. Aku ingat saat itu, pertanyaan ini dijawab dengan sangat tepat dan masuk akal oleh seorang Kakak. Lalu kulihat raut wajah Paman itu, keningnya berkerut. Kurasa jawaban cemerlang itu belum mampu memuaskan pertanyaannya. Tapi aku masih diam saja. Bukan sebab aku tak tahu jawabnya. Hanya saja aku belum menemukan gaya jawab yang bisa membuat celah di hatinya.
Lagi-lagi aku belajar, hujjah kuat tak dapat serta merta meluluhkan hati, pun menggiring akal atau merampungkan pemahaman. Pada kisah Ibrahim a.s. kita berkaca, setelah menang telak dalam hujjah yang terkisah di Qur'an surah Al Baqarah:258, " ... Tuhanku menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat", tak juga mampu meluluhkan kesombongan kaumnya. Dan kuingat lagi kata-kata seorang guru, "Sebab menyeru bukan tentang memenangkan hujjah, tapi tentang memenangkan hati". Ah, aku jadi menyesal tak membawa buku karya Abbas As Sisii itu bersamaku.
Aku masih tetap mencari cara terbaik menjawab pertanyaan itu. Juga terus melangitkan doa agar Allah titipkan cahaya hidayah padanya. Ya, hidayah adalah mutlak hak prerogatif Allah, tapi setidaknya, usaha ini akan tercatat kelak di kitab catatan kita, bahwa kita pernah menyeru manusia kepada Allah, mengerjakan yang ma'ruf, mencegah yang mungkar. Bukankah setiap kita diseru untuk menyeru? Semoga bisa menjadi amal pemberat timbangan, saat mungkin amalan lainnya hangus oleh api riya' dan sum'ah. Naudzubillah.